Selamat Datang di Kaji Kisah
Wednesday, August 12, 2015

Biografi Singkat Syaikh Abdul Qadim Zallum Amir Hizbut Tahrir Kedua

Syaikh Abdul Qadim Zallum

Setelah wafatnya pemimpin Hizbut Tahrir yang pertama sekaligus sebagai pendiri gerakan Hizbut-Tahrir yaitu Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani (Baca juga: Biografi Singkat Syaikh TAQIYUDDIN AN-NABHANI Pendiri Hizbut Tahrir), maka kepemimpinan selanjutnya diteruskan oleh beliau Al-’Alim al-Kabîr Syaikh Abdul Qadim bin Yusuf bin Abdul Qadim bin Yunus bin Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Abdul Qadim Zallum. Dan berikut biografi singkat perjalanan dakwah beliau.

Penjaga Al Ibrahimi

Pemilik nama lengkap Al ’Alim Al Kabîr Syeikh Abdul Qadim bin Yusuf bin Abdul Qadim bin Yunus bin Ibrahim Zallum ini lahir pada1924 (1342 H) di Kota Al Khalil, Palestina. Ia berasal dari keluarga yang dikenal luas dan terkenal keberagamaannya.

Ayahnya adalah seorang hafidz Alquran dan guru pada masa Khilafah Utsmaniyah. Paman ayahnya, yaitu Syeikh Abdul Ghafar Yunus Zallum adalah mufti Al Khalil pada masa Khilafah Utsmaniyah. Keluarga Zallum termasuk keluarga yang memelihara dan mengurus Masjid Al Ibrahimi Al Khalil. Mereka termasuk keluarga yang memelihara peninggalan Nabi Yaqub as.

Keluarga Zallum adalah orang-orang yang menjunjung ilmu di atas mimbar-mimbar pada hari Jumat (menjadi khathib Jumat) dan hari-hari raya. Mereka adalah orang-orang yang mengusung ilmu di berbagai musim dan perayaan.

Khilafah Utsmaniyah selalu mendistribusikan tugas mengurus Masjid Al Ibrahimi kepada keluarga-keluarga terkenal di Al Khalil. Adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi keluarga-keluarga itu mendapat tugas mengurus Masjid Al Ibrahimi Al Khalil.

Zallum kecil tumbuh dan berkembang di kota kelahirannya sampai usia lima belas tahun. Kemudian ayahnya menyekolahkannya ke Universitas Al Azhar, Kairo hingga memperoleh ijazah al alamiyah di bidang peradilan pada tahun 1949.

Sebelum berdirinya negara ilegal Israel, Syeikh Zallum beraktivitas menghimpun para pemuda dan kembali dari Mesir untuk berjihad di Palestina. Namun, ketika ia kembali, ‘perdamaian’ telah diumumkan dan perang pun telah ‘berhenti’. Karenanya, ia tidak berkesempatan berjihad di Palestina meski ia telah bertekad untuk itu.

Ia dicintai oleh rekan-rekan sejawatnya di Universitas al-Azhar. Mereka menjulukinya Al Mâlik, karena ia sangat menonjol dalam kemampuan menyerap dan menyampaikan kembali materi perkuliahan. Ia pun kembali ke Al Khalil pada tahun 1949 M, ia menjadi guru di Madrasah Bait Al Lahim dan Madrasah Usamah bin Munqidz. [1]

Pendidikan Doktor

Paman ayahanda Syaikh Abdul Qadim Zallum, yaitu Syaikh Abdul Ghafar Yunus Zallum, adalah mufti al-Khalil pada masa Daulah al-Khilafah Utsmaniyah. Keluarga Zallum termasuk keluarga yang memelihara dan mengurus Masjid al-Ibrahimi al-Khalil. Mereka termasuk keluarga yang memelihara (peninggalan) Nabi Ya‘qub as. Keluarga Zallum adalah orang-orang yang menjunjung ilmu di atas mimbar-mimbar pada hari Jumat (menjadi Khathib Jumat) dan hari-hari raya. Mereka adalah orang-orang yang mengusung ilmu di berbagai musim dan perayaan. Dulu Daulah Utsmaniyah mendistribusikan tugas mengurus masjid al-Ibrahimi kepada keluarga-keluarga terkenal di al-Khalil. Adalah suatu kehormatan dan kemuliaan bagi keluarga-keluarga itu mendapat tugas mengurus Masjid al-Ibrahimi al-Khalil.

Syaikh Abdul Qadim Zallum tumbuh dan berkembang di kota al-Khalil hingga mencapai usia lima belas tahun. Beliau menempuh pendidikan dasar di Madrasah al-Ibrahimiyah di al-Khalil. Kemudian ayahanda beliau rahimahullâh memutuskan untuk mengirim beliau ke al-Azhar asy-Syarif untuk mempelajari fikih, agar menjadi pengembannya dan bagian dari orang-orang yang menyeru kepada Allah Swt.Setelah beliau genap berusia lima belas tahun, ayahanda beliau mengirimkan beliau ke Kairo, yakni ke Universitas al-Azhar. Hal itu terjadi pada tahun 1939 M. Beliau memperoleh ijazah al-Ahliyah al-غlâ pada tahun 1942 M. Berikutnya, beliau memperoleh ijazah Pendidikan tinggi (Syahâdah al-آliyah) Universitas al-Azhar pada tahun 1947. Kemudian beliau memperoleh Ijazah al-آlamiyah dalam bidang keahlian al-Qadhâ’ (peradilan), seperti ijazah doktor sekarang ini, pada tahun 1368 H – 1949 M.

Selama perang Palestina-Israel, Syaikh Zallum beraktivitas menghimpun para pemuda dan kembali dari Mesir untuk berjihad di Palestina. Namun, ketika Beliau kembali, perdamaian telah diumumkan dan perang pun telah berhenti. Karenanya, Beliau tidak berkesempatan berjihad di Palestina meski beliau telah bertekad untuk itu. Beliau dicintai oleh rekan-rekan sejawat beliau di Universitas al-Azhar. Mereka memanggil beliau “al-Mâlik”, hal itu karena beliau sangat menonjol dalam pelajaran beliau. Ketika kembali ke al-Khalil pada tahun 1949 M, beliau bekerja dalam bidang pengajaran. Beliau diangkat menjadi guru di Madrasah Bait al-Lahem selama beberapa tahun. Kemudian beliau pindah ke al-Khalil pada tahun 1951 dan bekerja sebagai guru di Madrasah Usamah bin Munqidz. [2]

Perjumpaan dengan Hizb

Pada 1952, ketika berziarah ke Al Quds Syeikh Zallum berjumpa dengan Syeikh Taqiyuddin An Nabhani. Kemudian terlibat diskusi panjang lebar terkait upaya membangkitkan kembali umat yang terpuruk paska keruntuhan Khilafah Utsmani pada 1924.

Ia pun menerima ajakan Syeikh An Nabhani untuk melakukan kajian serta berdiskusi seputar kebangkitan tersebut. Ia pun menerima kristalisasi konsep serta metode perjuangan Syeikh An Nabhani yang secara resmi dibuat pada 1953, yakni Hizbut Tahrir. Ia aktif dan loyal terhadap HT sehingga pada 1956 dipercaya menjadi anggota qiyâdah (kepengurusan pusat).

Untuk membangkitkan kembali kesadaran masyarakat akan wajibnya bersatu dalam naungan khilafah, Syeikh Zallum membuka kajian untuk umum yang dilaksanakan sebelum dan setelah shalat Jumat di Masjid Al Ibrahimi Al Khalil.

Namun karena sikap penentangannya yang kuat terhadap sistem kufur yang diterapkan di Yordania dan dunia Islam lainnya, ia pun ditangkap dan dijebloskan ke penjara beberapa tahun sebagai tahanan politik di penjara Al Jafar Ash Shahrawi. Penjara Al Jafar Ash Shahrawi adalah penjara di padang pasir yang berada di Al Jafar, suatu desa yang berbatasan dengan Desa Ma’an di bagian selatan Yordania.

Selepasnya dari penjara, dakwahnya semakin gencar. Bahkan ia menjadi tangan kanan Syeikh An Nabhani untuk menjalankan tugas-tugas besar, yang mengharuskannya berkeliling ke berbagai negara.

Ia tidak ragu sedikit pun menerima tugas itu. Ia lebih mengedepankan dakwah daripada keluarga, anak-anak, dan kenikmatan-kenikmatan dunia yang berlimpah. Sehingga, bila hari ini ia berada di Turki, besok di Irak, besoknya di Mesir, kemudian di Lebanon, Yordania dan di tempat-tempat lain.

Kapan saja Syeikh An Nabhani memintanya, maka Syeikh Zallum selalu berada di sisi amir dan siap melaksanakan tugas dakwahnya dengan penuh amanah. Maka, ketika Syeikh An Nabhani kembali ke rahmatullah pada 1977, ia terpilih untuk mengemban amanah sesudahnya.

Ia mengemban amanah ini dan menjalankannya dari satu dataran tinggi ke dataran tinggi yang lain. Ia lantang berdakwah. Medan dakwah pun semakin meluas hingga mencapai kaum Muslim di Asia Tengah dan Asia Tenggara. Bahkan gaung dakwah bergema di Eropa dan benua lainnya.

Syeikh Zallum terus mengemban dakwah dan kepemimpinan Hizb hingga mencapai usia lebih dari delapan puluh tahun. Saat ajalnya dirasa sudah dekat, ia mengundurkan diri dari kepemimpinan Hizb dan menyaksikan pemilihan amir Hizb yang baru.

Ia mengundurkan diri dari kepemimpinan Hizb pada hari Senin 17 Maret 2003 (14 Muharram 1424 H). Lalu sekitar empat puluh hari setelah itu, Al ’Alim Al Kabîr Syeikh Abdul Qadim Zallum rahimahullâh wafat di Beirut pada malam Selasa 29 April 2003 (29 April 2003).

Rumah duka diselenggarakan di Diwan (rumah induk) Abu Gharbiyah Asy Syarawi di Al Khalil. Saat itu Kota Al Khalil belum menyaksikan pemandangan serupa saat masyarakat dari berbagai kota dan desa mengirimkan utusan, para penyair, para pembicara dan orang-orang yang berlomba-lomba mengirimkan kalimat dalam bentuk syair dan prosa untuk ikut serta menyampaikan bela sungkawa.

Dering telepon berbunyi susul-menyusul menyampaikan kepada semua yang hadir kalimat duka dan bergabung dalam bela sungkawa dari Sudan, Kuwait, berbagai penjuru Eropa, Indonesia, Amerika, Yordania, Mesir dan dari berbagai penjuru dunia lainnya.

Hal yang sama juga terjadi di rumah duka yang diselenggarakan di Amman dan tempat lainnya. Ia rahimahullâh senantiasa menyampaikan dan berjalan di dalam kebenaran, tidak takut sedikitpun di jalan Allah terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Ia terus beraktivitas tanpa kenal lelah dan tidak pernah bersikap lemah di jalan dakwah.

Ia dikenal tawadlu’, berakhlak mulia, memiliki hubungan yang damai dan sejuk terhadap selain mahram. Ia dikenal lemah lembut dan mulia. Ia juga dikenal banyak melakukan qiyâm al layl dan sering menangis saat sedang membaca ayat-ayat Allah SWT di samping kesabaran dan kekuatan di jalan dakwah.

Ia hidup terasing dan dikejar-kejar oleh orang-orang zalim hingga Allah SWT mewafatkannya. Namun dalam kondisi seperti itu, ia tetap menyempatkan diri menulis hingga lebih dari 10 kitab sebagai kontribusinya di dunia fikih, dakwah maupun kerangka berpikir politik. Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat-Nya Yang Mahaluas. [2]

Karya Bagi Islam

Di antara karya beliau dan buku serta boklet yang dikeluarkan Hizbut Tahrir pada masa beliau adalah:
  1. Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Pengelolaan Kekayaan dalam Daulah Khilafah).
  2. Perluasan dan revisi atas kitab Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam) karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.
  3. Ad-Dîmuqrâthiyah Nizhâm Kufr (Demokrasi Sistem Kufur)
  4. Hukm asy-Syar’ fî al-Istinsâkh wa Naql al-A’dhâ’ wa Umûr Ukhrâ (Hukum Syariah dalam Masalah Kloning, Transplantasi Organ dan Masalah Lainnya).
  5. Manhaj Hizb at-Tahrîr fî Taghyîr (Metode Hizbut Tahrir dalam Melakukan Perubahan Total)
  6. At-Ta‘rîf bi Hizb at-Tahrîr (Mengenal Hizbut Tahrir).
  7. Al-Hamlah al-Amîrikiyah li al-Qadhâ’ ‘alâ al-Islâm (Serangan Amerika untuk Menghancurkan Islam).
  8. Al-Hamlah ash-Shalîbiyah li Jûrj Busy ‘alâ al-Muslimîn (Serangan Salib George Bush untuk Menghancurkan Kaum Muslim).
  9. Hazât al-Aswâq al-Mâliyah (Keguncangan Pasar Modal).
  10. Hatmiyah Shirâ’ al-Hadhârât (Keniscayaan Benturan Antar Peradaban). [2]


Referensi :

  • [1] http://mediaumat.com/sosok/3299-61-amir-kedua-hizbut-tahrir.html
  • [2] http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-abdul-qadim-zallum-amir-hizbut-tahrir-kedua/

0 comments:

Post a Comment

Mohon ikut bantu meng-Share Kisah - Kisah ini untuk Memberi Manfaat kepada yang Lain. Terima kasih

Copyright © 2012 Kaji Kisah All Right Reserved
Designed by Odd Themes
Back To Top