Kisah Mengharukan Korban Trigana Air Saat Kontak Ibunya
Inilah kisah penuh haru salah satu korban Trigana air yang mengalami kecelakaan beberapa hari lalu. Dialah La Ode Yusran berpamitan kepada ibunya yang berada di Desa Langkumapo, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, untuk terbang ke Oksibil di Pegunungan Bintang, Papua, pada Ahad lalu. Silakan simak kisahnya berikut.
Baca juga: BEGINILAH KALIMAT MENGHARUKAN DARI TEMAN DITA AMELIA KURNIAWAN, PRAMUGARI KORBAN TRIGANA AIR
Baca juga: BEGINILAH KALIMAT MENGHARUKAN DARI TEMAN DITA AMELIA KURNIAWAN, PRAMUGARI KORBAN TRIGANA AIR
Kaji Kisah
Seperti di kabarkan oleh Tempo.co (18/08/2015) bahwa Yusran, remaja 20 tahun itu, memang sudah setahun belakangan merantau ke Jayapura atau sejak dia menamatkan bangku SMA. Dia meminta doa dan restu dari sang ibu untuk memenuhi cita-citanya bergabung sebagai anggota TNI di tanah Papua.
Seolah sudah memiliki firasat kurang baik, dalam percakapan itu, Yusran juga sempat mengutarakan kerinduannya setelah berpisah selama setahun. “Sebelum menutup percakapan itu, Yusran berkata akan kembali memberi kabar setibanya di Oksibil,” kata Abdul Ahaddin, anggota kerabat Yusran, mengungkapkan, 17 Agustus 2015.
Namun, jauh melampaui waktu tempuh normal Jayapura-Oksibil yang selama 30 menit, Yusran tak kunjung menelepon lagi. Penantian hingga petang itu pecah menjadi tangisan ketika keluarga mendapat kabar bahwa pesawat Trigana Air dengan nomor penerbangan IL267 yang ditumpangi Yusran dan 53 orang lainnya itu ternyata tak pernah mendarat di Bandara Oksibil.
Pesawat itu belakangan diketahui menabrak lereng bukit setinggi sekitar 3.000 meter dan berjarak 1-2 jam perjalanan darat dari Oksibil. “Ibunya masih syok, menangis terus, dan berkali-kali tak sadarkan diri,” Abdul Ahadin menuturkan.
Total, ada empat korban jatuhnya pesawat Trigana Air itu yang merupakan warga Muna. Tiga berasal dari Desa Langkumapo dan seorang perempuan warga Kelurahan Tampo. “Tiga yang warga Langkumapo seluruhnya masih terhitung kerabat saya," ujar Abdul Ahaddin, yang juga kepala desa itu.
Selain Yusran, dua orang lainnya adalah La Boni, 23 tahun, yang melanjutkan kuliah di Papua, dan Musran, yang disebutkan bekerja sebagai tukang ojek di Oksibil. Seorang lagi, warga Kelurahan Tampo, adalah Wa Ode Suriana.
Seolah sudah memiliki firasat kurang baik, dalam percakapan itu, Yusran juga sempat mengutarakan kerinduannya setelah berpisah selama setahun. “Sebelum menutup percakapan itu, Yusran berkata akan kembali memberi kabar setibanya di Oksibil,” kata Abdul Ahaddin, anggota kerabat Yusran, mengungkapkan, 17 Agustus 2015.
Namun, jauh melampaui waktu tempuh normal Jayapura-Oksibil yang selama 30 menit, Yusran tak kunjung menelepon lagi. Penantian hingga petang itu pecah menjadi tangisan ketika keluarga mendapat kabar bahwa pesawat Trigana Air dengan nomor penerbangan IL267 yang ditumpangi Yusran dan 53 orang lainnya itu ternyata tak pernah mendarat di Bandara Oksibil.
Pesawat itu belakangan diketahui menabrak lereng bukit setinggi sekitar 3.000 meter dan berjarak 1-2 jam perjalanan darat dari Oksibil. “Ibunya masih syok, menangis terus, dan berkali-kali tak sadarkan diri,” Abdul Ahadin menuturkan.
Total, ada empat korban jatuhnya pesawat Trigana Air itu yang merupakan warga Muna. Tiga berasal dari Desa Langkumapo dan seorang perempuan warga Kelurahan Tampo. “Tiga yang warga Langkumapo seluruhnya masih terhitung kerabat saya," ujar Abdul Ahaddin, yang juga kepala desa itu.
Selain Yusran, dua orang lainnya adalah La Boni, 23 tahun, yang melanjutkan kuliah di Papua, dan Musran, yang disebutkan bekerja sebagai tukang ojek di Oksibil. Seorang lagi, warga Kelurahan Tampo, adalah Wa Ode Suriana.
Pelajaran yang bisa kita ambil
Manusia hanya bisa berencana dan berikhtiar, sedangkan Allah SWT lah yang menentukan. Hanya kepada Allah SWT kita berserah diri.
0 comments:
Post a Comment
Mohon ikut bantu meng-Share Kisah - Kisah ini untuk Memberi Manfaat kepada yang Lain. Terima kasih